Total Tayangan Halaman

Senin, 10 Oktober 2011

Sisa-Sisa Eksotisme Sepanjang Jalan Carikan-Serenan


Say goodbye to yesterday it’s the word I’ll never say…. (Madonna dalam This Used  To Be My Playground)
Memori masa lalu itu tiba-tiba menyapaku.
Dalam perjalanan dari Klaten ke Sukoharjo, kenangan itu mencuat. Kenangan masa lalu di sepanjang jalan Carikan-Serenan, memaksaku untuk melompat ke masa silam. 
Hamparan sawah membentang sepanjang sisi kanan kiri jalan. Pohon-pohon munggur di tepi jalan, menawarkan keteduhan bagi para pengguna jalan di siang itu.  Siang di tengah bulak itu memang sangat panas, Matahari sedang menikmati teriknya. Untunglah ada pohon-pohon munggur itu. 


<< Hamparan sawah membentang hingga cakrawala di sisi utara Jalan Carikan - Serenan, tepat di sebelah timur Desa Brumbung, terlihat begitu eksotis. Foto ini diambil tanggal 8 Oktober 2011. Lokasi timur Desa Brumbung.



Jalan yang membujur dari timur ke barat, membelah kawasan persawahan itu menghubungkan Sukoharjo dengan Klaten.  Jalan itu membentang cukup panjang, tak kurang dari 10 kilometer jika diukur dari paling timur (Waduk Mulur) hingga paling barat (Jembatan Serenan).  Tentu saja tidak semua badan jalan membelah kawasan persawahan. Jalan ini juga membelah pusat-pusat pelayanan publik, titik-titik konsentrasi aktivitas penduduk, dan permukiman. 


Penjual es dung-dung yang sekarang semakin sulit ditemui kebetulan melintas ketika saya jepret. dengan latar belakang hamparan persawahan hijau, menjadikan foto ini seperti merekam sebuah pemandangan eksotis. >>



Saat ini hamparan sawah itu mulai berkurang. Beberapa petak telah menjadi permukiman. Pohon-pohon munggur itu mulai berkurang. Alih-alih, pohon mahoni tumbuh di beberapa ruas jalan. Bagaimanapun, keteduhan yang diberikan pohon mahoni tidak seperti pohon munggur yang tetap hijau di musim kemarau.
Jalan panjang itu melintasi badan sungai yang meskipun kecil tapi cukup melegenda karena diselimuti kabut misteri. Saya akan menceritakan sungai ini dalam edisi tersendiri lain kali.  Sungai Ngrukem namanya.
Di sebelah barat sungai ngrukem (tidak sampai 200 meter) terdapat sebuah warung kecil (lidah orang Sukoharjo menyebutnya bango). Entah sejak tahun berapa bango itu ada, yang pasti sejak saya kecil hingga sekarang bentuknya nyaris  tak berubah, dinding gedheg (dinding yang terbuat dari anyaman bamboo), tempat duduk dingklik (bangku panjang untuk duduk), dan komoditas utamanya: es santen.
Warung yang disebut warung Ithut (disebut sesuai nama julukan pemiliknya) ini menyimpan kenangan tersendiri buat saya.  Dulu saya sering meluangkan waktu untuk pergi ke warung ini. Rumah saya sendiri berjarak sekira 1 kilometer dari warung itu. Biasanya saya pergi ke warung itu siang-siang dengan sepeda. Tujuan utama saya ke warung itu apalagi kalau bukan es santen. Wuah… benar-benar menyegarkan tenggorokan. Ah, betapa indahnya saat itu…
Dari warung Ithut hingga desa terdekat yang disebut Brumbung, jalan utama itu bercabang ke selatan semua. Tidak ada yang ke utara. Jalan yang bercabang ke selatan itu menghubungkan Desa Combongan (nama desa yang terdengar aneh). Dulu saya sering melewati jalan itu ketika mengantar atau menjemput ibu saya berjualan di Pasar Combongan. Dulu jalannya masih berupa jalan tanah berbatu, belum beraspal seperti saat ini. Di kana kiri jalan itu apalagi kalau bukan hamparan sawah.
Dahulu, hamparan sawah itu merupakan pemandangan biasa saja bagi saya. Namun kini, seiring dengan semakin banyaknya lahan sawah yang dikonversi menjadi permukiman, pemandangan itu menjadi sangat luar biasa, tampak sekali keindahannya. Sisa-sisa keindahan masa lalu itu masih ada.
Setelah melewati Desa Brumbung, sekira 500-an meter ke barat, kita akan menemui Pasar Cuplik. Secara administrasi, pasar ini masuk Kelurahan Bulakan. Tampaknya pasar ini berkembang sangat cepat. Kalau dulu, pasar ini hanya terdiri atas beberap los (kios) tradisional dan lapak-lapak kayu, kini sudah banyak toko bahkan ada sebuah minimarket. Dekat area pasar ini juga berdiri pusat kebugaran berupa fitness center. Sebelah barat pasar ini terdapat jalan ke utara yang cukup ramai. Maklum, jalan ini terhubung dengan jalan utama yang menuju kea rah Kota Solo.
Dari Pasar Cuplik ke barat sekira setengah kilometer, sampailah kita ke tapal batas Kabupaten Sukoharjo. Sungai Bengawan Solo, menjadi batas antara Kabupaten Sukoharjo dan kabupaten Klaten. Di atas sungai itu melintas jembatan yang cukup kekar, Jembatan Serenan. Dulu, waktu saya kecil sampai SMA, jembatan itu belum ada. Orang-orang yang ingin menyeberangi sungai itu harus melewati sesek sempit sehingga mobil tidak dapat lewat. Motor pun kalau mau lewat harus bergantian karena tidak bisa simpangan. Untuk menyeberangi sesek itu, orang harus membayar sejumlah uang tertentu.
Sesek hanya berfungsi pada musim kemarau ketika debit sungai tidak terlalu tinggi. Sesek tidak berlaku pada musim hujan ketika sungai penuh air dan berarus deras. Alih-alih, perahu menjadi andalan untuk melintasi sungai itu. Musim hujan ini merupakan problem tersendiri bagi warga sebealh barat sungai yang ingin ke seberang timur. Pernah teman SMA saya terlambat sekolah gara-gara perahu yang ditumpanginya hanyut sampai kiloan meter ke utara karena arus Bengawan Solo yang deras.


<<Jembatan Serenan dengan rangka bajanya tampak begitu kekar mengangkangi Bengawan Solo yang merupakan tapal batas Sukoharjo-Klaten. Jembatan ini meningkatkan aksesibilitas penduduk dari dua kabupaten itu.



Kini, berkat jembatan rangka baja yang melintasi sungai itu, aksesibilitas semakin tinggi. Penduduk semakin mudah melakukan akses antardaerah. Mobil yang ingin melintasi sungai tidak masalah lagi. Arus lalu lintas semakin ramai. Alhasil, jalan Carikan-Serenan yang dulu sepi, sekarang sangat padat. Daerah sepanjang jalan itu pun berkembang sangat cepat, contohnya kawasan Pasar Cuplik. Banyak developer yang menanamkan investasi di sepanjang jalan ini.
Ya, semuanya telah berubah. Namun, kenangan masa lalu bersama jalan ini terekam indah dalam memori. Agaknya memang benar kata Madonna: “Say goodbye to yesterday it’s the word I’ll never say, masa lalu memang sulit dilupakan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar