Total Tayangan Halaman

Minggu, 25 September 2011

Catatan Perjalanan ke Mukomuko: Eksotika Pesisir Bengkulu


Saya selalu terobsesi untuk mengunjungi kota yang jauh dari ingar bingar pemberitaan, yang kurang menjadi perhatian publik, dan tidak begitu terkenal. Obsesi saya ini barangkali berangkat dari latar belakang saya yang berasal dari kota yang juga tidak begitu terkenal. Kota-kota yang  seperti itu selalu membuat saya penasaran. Seperti apa sih kotanya? Ada apa di sana? Bagaimana keadaan alamnya? Pertanyaan-pertanyaan itu sangat menarik untuk dijawab.


Obsesi saya itu medapat penyaluran saat kantor menugasi saya untuk pergi ke Mukomuko. Sungguh ini kesempatan yang sangat berharga. Tak boleh dilewatkan.


Secara administrasi, Mukomuko masuk dalam wilayah Provinsi Bengkulu. Kota ini merupakan kota paling utara dari Provinsi Bengkulu, tepat  di perbatasan dengan Provinsi Sumatra Barat. Untuk menuju ke sana dibutuhkan waktu hampir 8 jam perjalanan dengan menggunakan mobil. Ini sungguh di luar dugaan saya. Perkiraan saya jarak Bengkulu-Mukomuko  itu seperti Solo-Jogja karena kalau melihat peta, Provinsi Bengkulu itu kecil sekali. Waktu itu saya berangkat dari Bengkulu dengan dua orang teman dan satu sopir. Kami berempat berangkat pukul 00.00 dan tiba di Mukomuko nyaris jam 08.00. Perjalanan dari Bengkulu ke Mukomuko tidak perlu saya ceritakan di sini. Lain kali saja.


Setiba di Mukomuko, kami segera menuju warung makan karena perut udah minta diisi. Namun, makanan di warung makan itu belum siap. Terpakasa kami harus menunggu. Menunggu makanan hingga siap disajikan pagi itu, ada hikmahnya juga ternyata. Saya yang terbiasa bangun tidur kuterus makan, pagi itu terpaksa harus mandi terlebih dahulu. Kebetulan kondisi tubuh waktu itu benar-benar tidak nyaman. Lengket semua. Di rumah pemilik warung itulah kami mandi.


Prosesi membersihkan tubuh berlangsung dengan cepat karena sifatnya darurat. Ini bukan saat yang tepat untuk menikmati kamar mandi. Ketika itu berlaku hukum : lebih cepat lebih baik. Entah karena terlalu cepat itulah, begitu ritual mandi usai, makanan belum juga siap. Padahal perut sudah merengek-rengek minta segera diisi.


Demi meredam gejolak organ tubuh yang terbiasa dimanjakan manusia itu, saya mencoba mencari warung kelontong di sekitar tempat itu dengan harapan memperoleh sesuatu. Alhasil, saya menemukan warung dan kembali ke tempat semula dengan sebungkus roti kering yang kalau digigit remah-remahnya berhamburan. Kreks!  Tidak menjadi soal. Yang penting perut tidak memberontak lagi.  


Setelah penantian panjang itu, beberapa menu siap. Telur dadar ala kadarnya, ikan tongkol, kepala ikan kakap, dan tentu saja nasi sudah siap untuk dinikmati. Tanpa menunggu komando, kami segera mengeduk isi penanak nasi. Seonggok nasi segera berpindah ke piring orang-orang lapar itu. Haha.  Setelah disiram kuah dan ditumpangi lauk, jadilah menu makan istimewa di pagi itu. Pagi yang indah!


Prosesi makan pagi pun usai sudah.


Saatnya bertugas. Bagian ini tidak usah saya ceritakan. Saya khawatir bagian ini akan menambah daftar cedera tulisan ini seutuhnya. Haha. Alasan!


Singkat cerita, tugas selesai. Semua berjalan lancar tetapi uang saku habis terkuras. Terpaksa harus cari si mesin baik hati, ATM, Alat Tapi Mesra. Tidak gampang lho mencari ATM di tempat seperti itu, tetapi kebetulan saya melihatnya ketika tiba di tempat itu tadi pagi. Mungkin itu ATM satu-satunya di Mukomuko. 


Jam menunjukkan pukul sebelas lebih sedikit. Panas menyengat waktu itu. Kami harus segera pulang ke kota Bengkulu.  Kami segera meluncur dengan harapan sampai di kota Bengkulu sebelum gelap. 


Kota Mukomuko yang boleh dibilang cuma segaris itu pun kami lalui tanpa hambatan. Kendaraan kami mulai menyusuri jalan yang membelah kebun-kebun sawit. Pemandangan yang istimewa bagi saya. Jalanan yang menukik, menanjak, dan meliuk-liuk tajam itu bisa saya nikmati dengan tulus ikhlas, tanpa keluh kesah. Kebetulan sekali waktu itu saya duduk di kursi depan, jadi bisa leluasa mengabadikan pemandangan yang, menurut saya, mengagumkan itu.
 Perkebunan sawit di sisi kanan kiri jalan
Sesekali kendaraan kami harus melalui jalan yang kanan kirinya berupa hutan.  Hijau dan indah. Sekawanan monyet menghadang laju mobil kami. Mereka tampak terpaku di jalan yang membelah hutan itu. Mungkin mereka heran kok ada mobil bagus melewati jalan itu...haha. Namun tidak lama, mereka langsung nyungsep masuk hutan lagi. Saya pun tidak sempat mengabadikannya.  Lagi pula monyet-monyet itu tidak senarsis manusia yang suka sekali kalau difoto.
 Jalan meliuk-liuk membelah hutan
Tidak semua hutan di Bengkulu masih perawan. Sebagian sudah dijamah oleh tangan-tangan manusia hingga hanya tersisa padang semak belukar. Kebetulan saya mengabadikannya.
 Saya yakin, semak belukar ini dahulu hutan perawan yang sangat lebat
Akhirnya sampailah kami pada sebuah jalan yang rusak berat. Jalan itu tinggal separo karena rusak digerogoti abrasi. Jangankan untuk berpapasan dua mobil, untuk satu mobil pun (apalagi truk) harus hati-hati. Dari sisa jalan itulah terkuak betapa buruknya konstruksi jalan di Indonesia.
Mobil kami melalui jalan rusak berat
Namun, ada sesuatu yang membuat saya terpana di sini. Aktivitas laut yang menyebabkan jalan hancur itu, juga mengukir sebuah pantai yang indah sekali. Tidak kalah kalau dibandingkan dengan pantai Normandy di Prancis (saya belum ke sana lho). Pantai yang tebingnya berupa tanah latosol muda itu benar-benar menakjubkan di mata saya. Pemandangan inilah yang memaksa kami  untuk mau tidak mau harus turun dari mobil. Harus!
 Pantai dan tebing yang sangat indah
 Saya dengan latar belakang pantai dan tebing indah
Keindahan pantai ini sebenarnya sangat potensial untuk dikembangkan sebagai tempat wisata. Dengan sedikit dukungan infrastruktur, bukan tidak mungkin pantai ini menjadi aset wisata yang sangat andal di Bengkulu.  Apa hendak dikata, Bengkulu hanya dikenal Pantai Panjang-nya sebagai obyek wisata pesisir. Kalau menurut saya, panorama pantai ini lebih indah dibanding Pantai Panjang (yang tiga tahun lalu saya kira ini pantai satu-satunya di Bengkulu).  Ah malu aku!
Saya lebih malu lagi karena kesimpulan terburu-buru tentang pantai Bengkulu terlanjur saya tulis di  blog saya yang lain tiga tahun lalu. Sungguh pantai ini bikin saya malu saja. Hihihi......

2 komentar:

  1. pantainya kayaknya menarik untuk dikunjungi pak

    BalasHapus
  2. TERIMAKASIH SUDAH BUAT ARTIKEL MENGENAI KAMPUNG KAMI YANG TIDAK TERKENAL. (Y) (Y)

    BalasHapus